Senin, 21 Desember 2009

contoh makalah masalah pendidikan di indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia?
4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas
”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.
Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
2.2 EFEKTIFITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah.
2.3 STANDARDISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berubah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berubah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP)
Tinjauan terhadap sandardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
2.4 Masalah-masalah pendidikan di Indonesia
1. Kurikulum
Kurikulum kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang maksimal dan masih tetap saja. Gembar-gembor kurikulum baru, katanya lebih baiklah, lebih tepat sasaran. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya bukunya.
Pemerintah sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena pemerintah menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemen-elemen dasar dalam pendidikan. Contohnya guru, banyak guru honorer yang masih susah payah mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan pendidikan yang kita tempuh.
2. Biaya
Akhir-akhir ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Pendidikan sekarang ini seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan.
Sekarang ini memang digalakan program wajib belajar 9 tahun dengan bantuan Bos. Tapi bagaimana dengan daerah-daerah yang terpencil nan jauh disana?? Apa mereka sudah mengenyam pendidikan?? Padahal mereka sebagai WNI berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
3. Tujuan pendidikan
Katanya pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan. Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat). Bukankah ini memalukan?? Berarti kalau kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.


4. Kontoversi diselenggaraknnya UN
Perdebatan mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4 Februari 2005), setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama,Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan. Kedua, Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah ataupun di rumah.
Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun 2005, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
5. Kerusakan fasilitas sekolah
Nanang Fatah, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, sekitar 60 persen bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Di wilayah Jabar, sekolah yang rusak mencapai 50 persen.
Kerusakan bangunan sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada Komite Sekolah.
2.5 Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan.seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan,berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.




BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:
1. sering berubah- ubahnya Kurikulum
2. mahalnya Biaya pendidikan
3. penyimpangan Tujuan pendidikan
4. Kontoversi diselenggaraknnya UN
5. Kerusakan fasilitas sekolah
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.


3.2 SARAN
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

Jumat, 18 Desember 2009

Matematika

Sistem bilangan biner
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Sistem bilangan biner atau sistem bilangan basis dua adalah sebuah sistem penulisan angka dengan menggunakan dua simbol yaitu 0 dan 1. Sistem bilangan biner modern ditemukan oleh Gottfried Wilhelm Leibniz pada abad ke-17. Sistem bilangan ini merupakan dasar dari semua sistem bilangan berbasis digital. Dari sistem biner, kita dapat mengkonversinya ke sistem bilangan Oktal atau Hexadesimal. Sistem ini juga dapat kita sebut dengan istilah bit, atau Binary Digit. Pengelompokan biner dalam komputer selalu berjumlah 8, dengan istilah 1 Byte. Dalam istilah komputer, 1 Byte = 8 bit. Kode-kode rancang bangun komputer, seperti ASCII, American Standard Code for Information Interchange menggunakan sistem peng-kode-an 1 Byte.
Bilangan desimal yang dinyatakan sebagai bilangan biner akan berbentuk sebagai berikut:
Desimal Biner (8 bit)
0 0000 0000
1 0000 0001
2 0000 0010
3 0000 0011
4 0000 0100
5 0000 0101
6 0000 0110
7 0000 0111
8 0000 1000
9 0000 1001
10 0000 1010
11 0000 1011
12 0000 1100
13 0000 1101
14 0000 1110
15 0000 1111
16 0001 0000

20=1
21=2
22=4
23=8
24=16
25=32
26=64
dst

contoh: mengubah bilangan desimal menjadi biner. desimal = 10. berdasarkan referensi diatas yang mendekati bilangan 10 adalah 8 (23), selanjutnya hasil pengurangan 10-8 = 2 (21). sehingga dapat dijabarkan seperti berikut
10 = (1 x 23) + (0 x 22) + (1 x 21) + (0 x 20).
dari perhitungan di atas bilangan biner dari 10 adalah 1010
dapat juga dengan cara lain yaitu 10 : 2 = 5 sisa 0 (0 akan menjadi angka terakhir dalam bilangan biner), 5(hasil pembagian pertama) : 2 = 2 sisa 1 (1 akan menjadi angka kedua terakhir dalam bilangan biner), 2(hasil pembagian kedua): 2 = 1 sisa 0(0 akan menjadi angka ketiga terakhir dalam bilangan biner), 1 (hasil pembagian ketiga): 2 = 0 sisa 1 (0 akan menjadi angka pertama dalam bilangan biner) karena hasil bagi sudah 0 atau habis, sehingga bilangan biner dari 10 = 1010
atau dengan cara yang singkat 10:2=5(0),5:2=2(1),2:2=1(0),1:2=0(1)sisa hasil bagi dibaca dari belakang menjadi 1010

Matematika 1

Matematika
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk, dan entitas. Para matematikawan mencari pola dan dimensi-dimensi kuantitatif lainnya, berkenaan dengan bilangan, ruang, ilmu pengetahuan alam, komputer, abstraksi imajiner, atau entitas-entitas lainnya.[1][2] Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filsafat matematika. Para matematikawan merumuskan konjektur dan kebenaran baru melalui deduksi yang menyeluruh dari beberapa aksioma dan definisi yang dipilih dan saling bersesuaian.[3]


Euclid, matematikawan Yunani, abad ke-3 SM, seperti yang dilukiskan oleh Raphael di dalam detail ini dari Sekolah Athena.[4]
Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika hadir secara objektif di alam menurut kemurnian logikanya, atau apakah objek-objek itu buatan manusia dan terpisah dari kenyataan. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting".[5] Albert Einstein, di pihak lain, menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."[6]
Melalui penggunaan abstraksi dan penalaran logika, matematika dikembangkan dari pencacahan, penghitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematik terhadap bentuk dan gerak objek-objek fisika. Pengetahuan dan penggunaan matematika dasar selalu menjadi sifat melekat dan bagian utuh dari kehidupan individual dan kelompok. Pemurnian gagasan-gagasan dasar dapat diketahui di dalam naskah-naskah matematika yang bermula di dunia Mesir kuno, Mesopotamia, India, Cina, Yunani, dan Islam. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika Yunani, terutama di dalam buku Euclid, Unsur-Unsur. Pengembangan berlanjut di dalam ledakan yang tidak menenteramkan hingga periode Renaisans pada abad ke-16, ketika pembaharuan matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, mengarah pada percepatan penelitian yang menerus hingga Kini.[7]
Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa, medis, dan ilmu pengetahuan sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian.[8]
Secara umum, semakin kompleks suatu gejala, semakin kompleks pula alat (dalam hal ini jenis matematika) yang melalui berbagai perumusan (model matematikanya) diharapkan mampu untuk mendapatkan atau sekadar mendekati penyelesaian eksak seakurat-akuratnya. Jadi, tingkat kesulitan suatu jenis atau cabang matematika bukan disebabkan oleh jenis atau cabang matematika itu sendiri, melainkan disebabkan oleh sulit dan kompleksnya gejala yang penyelesaiannya diusahakan dicari atau didekati oleh perumusan (model matematikanya) dengan menggunakan jenis atau cabang matematika tersebut. Sebaliknya berbagai gejala fisika yang mudah diamati, misalnya jumlah penduduk di seluruh Indonesia, tidak memerlukan jenis atau cabang matematika yang canggih. Kemampuan aritmetika sudah cukup untuk mencari penyelesaian (jumlah penduduk) dengan keakuratan yang cukup tinggi.
Etimologi
Kata "matematika" berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi "pengkajian matematika", bahkan demikian juga pada zaman kuno. Kata sifatnya adalah μαθηματικός (mathēmatikós), berkaitan dengan pengkajian, atau tekun belajar, yang lebih jauhnya berarti matematis. Secara khusus, μαθηματικὴ τέχνη (mathēmatikḗ tékhnē), di dalam bahasa Latin ars mathematica, berarti seni matematika.
Bentuk jamak sering dipakai di dalam bahasa Inggris, seperti juga di dalam bahasa Perancis les mathématiques (dan jarang digunakan sebagai turunan bentuk tunggal la mathématique), merujuk pada bentuk jamak bahasa Latin yang cenderung netral mathematica (Cicero), berdasarkan bentuk jamak bahasa Yunani τα μαθηματικά (ta mathēmatiká), yang dipakai Aristotle, yang terjemahan kasarnya berarti "segala hal yang matematis".[9] Tetapi, di dalam bahasa Inggris, kata benda mathematics mengambil bentuk tunggal bila dipakai sebagai kata kerja. Di dalam ragam percakapan, matematika kerap kali disingkat sebagai math di Amerika Utara dan maths di tempat lain.
Sejarah


Sebuah quipu, yang dipakai oleh Inca untuk mencatatkan bilangan.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah matematika
Cakupan pengkajian yang disebut sebagai sejarah matematika adalah terutama berupa penyelidikan terhadap asal muasal temuan baru di dalam matematika, di dalam ruang lingkup yang lebih sempit berupa penyelidikan terhadap metode dan notasi matematika baku di masa silam.
Evolusi matematika dapat dipandang sebagai sederetan abstraksi yang selalu bertambah banyak, atau perkataan lainnya perluasan pokok masalah. Abstraksi pertama, yang dibagi oleh banyak binatang[10], adalah tentang bilangan: pernyataan bahwa dua apel dan dua jeruk (sebagai contoh) memiliki jumlah yang sama.
Selain mengetahui cara cacah objek-objek fisika, manusia prasejarah juga mengenali cara mencacah besaran abstrak, seperti waktu — hari, musim, tahun. Aritmetika dasar (pertambahan, perkurangan, perkalian, dan perbagian) mengikuti secara alami.
Langkah selanjutnya memerlukan penulisan atau sistem lain untuk mencatatkan bilangan, semisal tali atau dawai bersimpul yang disebut quipu dipakai oleh bangsa Inca untuk menyimpan data numerik. Sebelum zaman modern dan pengetahuan mendunia, contoh-contoh tertulis dari pengembangan matematika yang baru telah mencapai kemilaunya hanya di beberapa tempat. Sistem bilangan ada banyak dan bermacam-macam, bilangan tertulis yang pertama diketahui ada di dalam naskah warisan Mesir Kuno di Kerajaan Tengah Mesir yaitu Lembaran Matematika Rhind (1650 SM). Peradaban Lembah Indus mengembangkan sistem desimal modern, termasuk konsep nol. Tulisan matematika terkuno lainnya yang pernah ditemukan adalah Plimpton 322 (Matematika Babilonia yang berangka tahun 1900 SM), Lembaran Matematika Moskow (Matematika Mesir yang berangka tahun 1850 SM), dan Shulba Sutra (Matematika India yang berangka tahun 800 SM). Semua tulisan yang bersangkutan memusatkan perhatian kepada apa yang biasa dikenal sebagai Teorema Pythagoras, yang kelihatannya sebagai hasil pembangunan matematika yang paling kuno dan tersebar luas setelah aritmetika dasar dan geometri.


Sistem bilangan Maya
Dari permulaan sejarah tercatat, disiplin-disiplin utama di dalam matematika muncul karena kebutuhan perhitungan yang berkaitan dengan pajak dan dagang, untuk memahami keterkatitan antarbilangan, untuk pengukuran tanah, dan untuk meramal peristiwa astronomi. Kebutuhan ini secara garis besar dapat dikaitkan dengan cabang-cabang besar matematika yang mengkaji besaran, struktur, ruang, dan perubahan.
Matematika sejak saat itu segera berkembang luas, dan terdapat interaksi bermanfaat antara matematika dan sains, menguntungkan kedua belah pihak. Penemuan-penemuan matematika dibuat sepanjang sejarah dan berlanjut hingga kini. Menurut Mikhail B. Sevryuk, pada Januari 2006 terbitan Buletin Masyarakat Matematika Amerika, "Banyaknya makalah dan buku yang dilibatkan di dalam basis dataMathematical Reviews sejak 1940 (tahun pertama beroperasinya MR) kini melebihi 1,9 juta, dan melebihi 75 ribu artikel ditambahkan ke dalam basis data itu tiap tahun. Sebagian besar karya di samudera ini berisi teorema matematika baru beserta bukti-buktinya."[11]
Ilham, matematika murni dan terapan, dan estetika


Sir Isaac Newton (1643-1727), seorang penemu kalkulus infinitesimal.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keindahan matematika
Matematika muncul pada saat dihadapinya masalah-masalah yang rumit yang melibatkan kuantitas, struktur, ruang, atau perubahan. Mulanya masalah-masalah itu dijumpai di dalam perdagangan, pengukuran tanah, dan kemudian astronomi; kini, semua ilmu pengetahuan menganjurkan masalah-masalah yang dikaji oleh para matematikawan, dan banyak masalah yang muncul di dalam matematika itu sendiri. Misalnya, seorang fisikawan Richard Feynman menemukan rumus integral lintasan mekanika kuantum menggunakan paduan nalar matematika dan wawasan fisika, dan teori dawai masa kini, teori ilmiah yang masih berkembang yang berupaya membersatukan empat gaya dasar alami, terus saja mengilhami matematika baru.[12] Beberapa matematika hanya bersesuaian di dalam wilayah yang mengilhaminya, dan diterapkan untuk memecahkan masalah lanjutan di wilayah itu. Tetapi seringkali matematika diilhami oleh bukti-bukti di satu wilayah ternyata bermanfaat juga di banyak wilayah lainnya, dan menggabungkan persediaan umum konsep-konsep matematika. Fakta yang menakjubkan bahwa matematika "paling murni" sering beralih menjadi memiliki terapan praktis adalah apa yang Eugene Wigner memanggilnya sebagai "Ketidakefektifan Matematika tak ternalar di dalam Ilmu Pengetahuan Alam".[13]
Seperti di sebagian besar wilayah pengkajian, ledakan pengetahuan di zaman ilmiah telah mengarah pada pengkhususan di dalam matematika. Satu perbedaan utama adalah di antara matematika murni dan matematika terapan: sebagian besar matematikawan memusatkan penelitian mereka hanya pada satu wilayah ini, dan kadang-kadang pilihan ini dibuat sedini perkuliahan program sarjana mereka. Beberapa wilayah matematika terapan telah digabungkan dengan tradisi-tradisi yang bersesuaian di luar matematika dan menjadi disiplin yang memiliki hak tersendiri, termasuk statistika, riset operasi, dan ilmu komputer.
Mereka yang berminat kepada matematika seringkali menjumpai suatu aspek estetika tertentu di banyak matematika. Banyak matematikawan berbicara tentang keanggunan matematika, estetika yang tersirat, dan keindahan dari dalamnya. Kesederhanaan dan keumumannya dihargai. Terdapat keindahan di dalam kesederhanaan dan keanggunan bukti yang diberikan, semisal bukti Euclid yakni bahwa terdapat tak-terhingga banyaknya bilangan prima, dan di dalam metode numerik yang anggun bahwa perhitungan laju, yakni transformasi Fourier cepat. G. H. Hardy di dalam A Mathematician's Apology mengungkapkan keyakinan bahwa penganggapan estetika ini, di dalamnya sendiri, cukup untuk mendukung pengkajian matematika murni.[14] Para matematikawan sering bekerja keras menemukan bukti teorema yang anggun secara khusus, pencarian Paul Erdős sering berkutat pada sejenis pencarian akar dari "Alkitab" di mana Tuhan telah menuliskan bukti-bukti kesukaannya.[15][16] Kepopularan matematika rekreasi adalah isyarat lain bahwa kegembiraan banyak dijumpai ketika seseorang mampu memecahkan soal-soal matematika.
Notasi, bahasa, dan kekakuan


Leonhard Euler. Mungkin seorang matematikawan yang terbanyak menghasilkan temuan sepanjang masa
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Notasi matematika
Sebagian besar notasi matematika yang digunakan saat ini tidaklah ditemukan hingga abad ke-16.[17] Pada abad ke-18, Euler bertanggung jawab atas banyak notasi yang digunakan saat ini. Notasi modern membuat matematika lebih mudah bagi para profesional, tetapi para pemula sering menemukannya sebagai sesuatu yang mengerikan. Terjadi pemadatan yang amat sangat: sedikit lambang berisi informasi yang kaya. Seperti notasi musik, notasi matematika modern memiliki tata kalimat yang kaku dan menyandikan informasi yang barangkali sukar bila dituliskan menurut cara lain.
Bahasa matematika dapat juga terkesan sukar bagi para pemula. Kata-kata seperti atau dan hanya memiliki arti yang lebih presisi daripada di dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, kata-kata semisal terbuka dan lapangan memberikan arti khusus matematika. Jargon matematika termasuk istilah-istilah teknis semisal homomorfisme dan terintegralkan. Tetapi ada alasan untuk notasi khusus dan jargon teknis ini: matematika memerlukan presisi yang lebih dari sekadar percakapan sehari-hari. Para matematikawan menyebut presisi bahasa dan logika ini sebagai "kaku" (rigor).


Lambang ketakhinggaan ∞ di dalam beberapa gaya sajian.
Kaku secara mendasar adalah tentang bukti matematika. Para matematikawan ingin teorema mereka mengikuti aksioma-aksioma dengan maksud penalaran yang sistematik. Ini untuk mencegah "teorema" yang salah ambil, didasarkan pada praduga kegagalan, di mana banyak contoh pernah muncul di dalam sejarah subjek ini.[18] Tingkat kekakuan diharapkan di dalam matematika selalu berubah-ubah sepanjang waktu: bangsa Yunani menginginkan dalil yang terperinci, namun pada saat itu metode yang digunakan Isaac Newton kuranglah kaku. Masalah yang melekat pada definisi-definisi yang digunakan Newton akan mengarah kepada munculnya analisis saksama dan bukti formal pada abad ke-19. Kini, para matematikawan masih terus beradu argumentasi tentang bukti berbantuan-komputer. Karena perhitungan besar sangatlah sukar diperiksa, bukti-bukti itu mungkin saja tidak cukup kaku.[19]
Aksioma menurut pemikiran tradisional adalah "kebenaran yang menjadi bukti dengan sendirinya", tetapi konsep ini memicu persoalan. Pada tingkatan formal, sebuah aksioma hanyalah seutas dawai lambang, yang hanya memiliki makna tersirat di dalam konteks semua rumus yang terturunkan dari suatu sistem aksioma. Inilah tujuan program Hilbert untuk meletakkan semua matematika pada sebuah basis aksioma yang kokoh, tetapi menurut Teorema ketaklengkapan Gödel tiap-tiap sistem aksioma (yang cukup kuat) memiliki rumus-rumus yang tidak dapat ditentukan; dan oleh karena itulah suatu aksiomatisasi terakhir di dalam matematika adalah mustahil. Meski demikian, matematika sering dibayangkan (di dalam konteks formal) tidak lain kecuali teori himpunan di beberapa aksiomatisasi, dengan pengertian bahwa tiap-tiap pernyataan atau bukti matematika dapat dikemas ke dalam rumus-rumus teori himpunan.[20]
Matematika sebagai bahasa
Di manakah letak konsep-konsep matematika, misalnya letak bilangan 1? Banyak para pakar matematika, misalnya para pakar Teori Model (lihat model matematika) yang juga mendalami filsafat di balik konsep-konsep matematika bersepakat bahwa semua konsep-konsep matematika secara universal terdapat di dalam pikiran setiap manusia. Jadi, yang dipelajari di dalam matematika adalah berbagai lambang dan ungkapan untuk mengomunikasikannya. Misalnya orang Jawa secara lisan memberi lambang bilangan 3 dengan mengatakan Telu sedangkan dalam bahasa Indonesia, bilangan tersebut dilambangkan melalui ucapan Tiga. Inilah sebabnya, banyak pakar mengkelompokkan matematika ke dalam kelompok bahasa, atau lebih umum lagi dalam kelompok (alat) komunikasi, bukan ilmu pengetahuan.
Dalam pandangan formalis, matematika adalah penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan secara aksiomatis dengan menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; ada pula pandangan lain, misalnya yang dibahas dalam filsafat matematika.
Struktur spesifik yang diselidiki oleh matematikawan sering kali berasal dari ilmu pengetahuan alam, dan sangat umum di fisika, tetapi matematikawan juga mendefinisikan dan menyelidiki struktur internal dalam matematika itu sendiri, misalnya, untuk menggeneralisasikan teori bagi beberapa sub-bidang, atau alat bantu untuk perhitungan biasa. Akhirnya, banyak matematikawan belajar bidang yang dilakukan mereka untuk sebab estetis saja, melihat ilmu pasti sebagai bentuk seni daripada sebagai ilmu praktis atau terapan.
Matematika tingkat lanjut digunakan sebagai alat untuk mempelajari berbagai gejala fisika yang kompleks, khususnya berbagai gejala alam yang teramati, agar pola struktur, perubahan, ruang dan sifat-sifat gejala bisa didekati atau dinyatakan dalam sebuah bentuk perumusan yang sistematis dan penuh dengan berbagai perjanjian, lambang, dan notasi. Hasil perumusan yang menggambarkan perilaku atau proses gejala fisika tersebut biasa disebut model matematika dari gejala.
Matematika sebagai Raja dan sekaligus Pelayan
Ada pendapat terkenal yang memandang matematika sebagai pelayan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain. Sebagai pelayan, matematika adalah ilmu yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan lain. Sejak masa sebelum masehi, misalnya zaman Mesir kuno, cabang tertua dan termudah dari matematika (aritmetika) sudah digunakan untuk membuat piramida, digunakan untuk menentukan waktu turun hujan, dan sebagainya.
Sebagai raja, perkembangan matematika tak tergantung pada ilmu-ilmu lain. Banyak cabang matematika yang dulu biasa disebut matematika murni, dikembangkan oleh beberapa matematikawan yang mencintai dan belajar matematika hanya sebagai kegemaran tanpa memedulikan fungsi dan manfaatnya untuk ilmu-ilmu lain. Dengan perkembangan teknologi, banyak cabang-cabang matematika murni yang ternyata di kemudian hari bisa diterapkan dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir.
Matematika sebagai ilmu pengetahuan


Carl Friedrich Gauss, menganggap dirinya sebagai "pangerannya para matematikawan", dan mengatakan matematika sebagai "Ratunya Ilmu Pengetahuan".
Carl Friedrich Gauss mengatakan matematika sebagai "Ratunya Ilmu Pengetahuan".[21] Di dalam bahasa aslinya, Latin Regina Scientiarum, juga di dalam bahasa Jerman Königin der Wissenschaften, kata yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan berarti (lapangan) pengetahuan. Jelas, inipun arti asli di dalam bahasa Inggris, dan tiada keraguan bahwa matematika di dalam konteks ini adalah sebuah ilmu pengetahuan. Pengkhususan yang mempersempit makna menjadi ilmu pengetahuan alam adalah di masa terkemudian. Bila seseorang memandang ilmu pengetahuan hanya terbatas pada dunia fisika, maka matematika, atau sekurang-kurangnya matematika murni, bukanlah ilmu pengetahuan. Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, maka mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."[6]
Banyak filsuf yakin bahwa matematika tidaklah terpalsukan berdasarkan percobaan, dan dengan demikian bukanlah ilmu pengetahuan per definisi Karl Popper.[22] Tetapi, di dalam karya penting tahun 1930-an tentang logika matematika menunjukkan bahwa matematika tidak bisa direduksi menjadi logika, dan Karl Popper menyimpulkan bahwa "sebagian besar teori matematika, seperti halnya fisika dan biologi, adalah hipotetis-deduktif: oleh karena itu matematika menjadi lebih dekat ke ilmu pengetahuan alam yang hipotesis-hipotesisnya adalah konjektur (dugaan), lebih daripada sebagai hal yang baru."[23] Para bijak bestari lainnya, sebut saja Imre Lakatos, telah menerapkan satu versi pemalsuan kepada matematika itu sendiri.
Sebuah tinjauan alternatif adalah bahwa lapangan-lapangan ilmiah tertentu (misalnya fisika teoretis) adalah matematika dengan aksioma-aksioma yang ditujukan sedemikian sehingga bersesuaian dengan kenyataan. Faktanya, seorang fisikawan teoretis, J. M. Ziman, mengajukan pendapat bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan umum dan dengan demikian matematika termasuk di dalamnya.[24] Di beberapa kasus, matematika banyak saling berbagi dengan ilmu pengetahuan fisika, sebut saja penggalian dampak-dampak logis dari beberapa anggapan. Intuisi dan percobaan juga berperan penting di dalam perumusan konjektur-konjektur, baik itu di matematika, maupun di ilmu-ilmu pengetahuan (lainnya). Matematika percobaan terus bertumbuh kembang, mengingat kepentingannya di dalam matematika, kemudian komputasi dan simulasi memainkan peran yang semakin menguat, baik itu di ilmu pengetahuan, maupun di matematika, melemahkan objeksi yang mana matematika tidak menggunakan metode ilmiah. Di dalam bukunya yang diterbitkan pada 2002 A New Kind of Science, Stephen Wolfram berdalil bahwa matematika komputasi pantas untuk digali secara empirik sebagai lapangan ilmiah di dalam haknya/kebenarannya sendiri.
Pendapat-pendapat para matematikawan terhadap hal ini adalah beraneka macam. Banyak matematikawan merasa bahwa untuk menyebut wilayah mereka sebagai ilmu pengetahuan sama saja dengan menurunkan kadar kepentingan sisi estetikanya, dan sejarahnya di dalam tujuh seni liberal tradisional; yang lainnya merasa bahwa pengabaian pranala ini terhadap ilmu pengetahuan sama saja dengan memutar-mutar mata yang buta terhadap fakta bahwa antarmuka antara matematika dan penerapannya di dalam ilmu pengetahuan dan rekayasa telah mengemudikan banyak pengembangan di dalam matematika. Satu jalan yang dimainkan oleh perbedaan sudut pandang ini adalah di dalam perbincangan filsafat apakah matematika diciptakan (seperti di dalam seni) atau ditemukan (seperti di dalam ilmu pengetahuan). Adalah wajar bagi universitas bila dibagi ke dalam bagian-bagian yang menyertakan departemen Ilmu Pengetahuan dan Matematika, ini menunjukkan bahwa lapangan-lapangan itu dipandang bersekutu tetapi mereka tidak seperti dua sisi keping uang logam. Pada tataran praktisnya, para matematikawan biasanya dikelompokkan bersama-sama para ilmuwan pada tingkatan kasar, tetapi dipisahkan pada tingkatan akhir. Ini adalah salah satu dari banyak perkara yang diperhatikan di dalam filsafat matematika.
Penghargaan matematika umumnya dipelihara supaya tetap terpisah dari kesetaraannya dengan ilmu pengetahuan. Penghargaan yang adiluhung di dalam matematika adalah Fields Medal (medali lapangan),[25][26] dimulakan pada 1936 dan kini diselenggarakan tiap empat tahunan. Penghargaan ini sering dianggap setara dengan Hadiah Nobel ilmu pengetahuan. Wolf Prize in Mathematics, dilembagakan pada 1978, mengakui masa prestasi, dan penghargaan internasional utama lainnya, Hadiah Abel, diperkenalkan pada 2003. Ini dianugerahkan bagi ruas khusus karya, dapat berupa pembaharuan, atau penyelesaian masalah yang terkemuka di dalam lapangan yang mapan. Sebuah daftar terkenal berisikan 23 masalah terbuka, yang disebut "masalah Hilbert", dihimpun pada 1900 oleh matematikawan Jerman David Hilbert. Daftar ini meraih persulangan yang besar di antara para matematikawan, dan paling sedikit sembilan dari masalah-masalah itu kini terpecahkan. Sebuah daftar baru berisi tujuh masalah penting, berjudul "Masalah Hadiah Milenium", diterbitkan pada 2000. Pemecahan tiap-tiap masalah ini berhadiah US$ 1 juta, dan hanya satu (hipotesis Riemann) yang mengalami penggandaan di dalam masalah-masalah Hilbert.
Bidang-bidang matematika


Sebuah sempoa, alat hitung sederhana yang dipakai sejak zaman kuno.
Disiplin-disiplin utama di dalam matematika pertama muncul karena kebutuhan akan perhitungan di dalam perdagangan, untuk memahami hubungan antarbilangan, untuk mengukur tanah, dan untuk meramal peristiwa astronomi. Empat kebutuhan ini secara kasar dapat dikaitkan dengan pembagian-pembagian kasar matematika ke dalam pengkajian besaran, struktur, ruang, dan perubahan (yakni aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis). Selain pokok bahasan itu, juga terdapat pembagian-pembagian yang dipersembahkan untuk pranala-pranala penggalian dari jantung matematika ke lapangan-lapangan lain: ke logika, ke teori himpunan (dasar), ke matematika empirik dari aneka macam ilmu pengetahuan (matematika terapan), dan yang lebih baru adalah ke pengkajian kaku akan ketakpastian.
Besaran
Pengkajian besaran dimulakan dengan bilangan, pertama bilangan asli dan bilangan bulat ("semua bilangan") dan operasi aritmetika di ruang bilangan itu, yang dipersifatkan di dalam aritmetika. Sifat-sifat yang lebih dalam dari bilangan bulat dikaji di dalam teori bilangan, dari mana datangnya hasil-hasil popular seperti Teorema Terakhir Fermat. Teori bilangan juga memegang dua masalah tak terpecahkan: konjektur prima kembar dan konjektur Goldbach.
Karena sistem bilangan dikembangkan lebih jauh, bilangan bulat diakui sebagai himpunan bagian dari bilangan rasional ("pecahan"). Sementara bilangan pecahan berada di dalam bilangan real, yang dipakai untuk menyajikan besaran-besaran kontinu. Bilangan real diperumum menjadi bilangan kompleks. Inilah langkah pertama dari jenjang bilangan yang beranjak menyertakan kuarternion dan oktonion. Perhatian terhadap bilangan asli juga mengarah pada bilangan transfinit, yang memformalkan konsep pencacahan ketakhinggaan. Wilayah lain pengkajian ini adalah ukuran, yang mengarah pada bilangan kardinal dan kemudian pada konsepsi ketakhinggaan lainnya: bilangan aleph, yang memungkinkan perbandingan bermakna tentang ukuran himpunan-himpunan besar ketakhinggaan.
Bilangan – Bilangan dasar – Pi – Bilangan bulat – Bilangan rasional – Bilangan real – Bilangan kompleks – Bilangan hiperkompleks – Kuaternion – Oktonion – Sedenion – Bilangan hiperreal – Bilangan surreal – Bilangan urutan – Bilangan pokok – Bilangan P-adic – Rangkaian bilangan bulat – Konstanta matematika – Nama bilangan – Ketakhinggaan – Dasar – Sudut Jarum Jam

Bilangan asli
Bilangan bulat
Bilangan rasional
Bilangan real
Bilangan kompleks

Ruang
Pengkajian ruang bermula dengan geometri – khususnya, geometri euclid. Trigonometri memadukan ruang dan bilangan, dan mencakupi Teorema pitagoras yang terkenal. Pengkajian modern tentang ruang memperumum gagasan-gagasan ini untuk menyertakan geometri berdimensi lebih tinggi, geometri tak-euclid (yang berperan penting di dalam relativitas umum) dan topologi. Besaran dan ruang berperan penting di dalam geometri analitik, geometri diferensial, dan geometri aljabar. Di dalam geometri diferensial terdapat konsep-konsep buntelan serat dan kalkulus lipatan. Di dalam geometri aljabar terdapat penjelasan objek-objek geometri sebagai himpunan penyelesaian persamaan polinom, memadukan konsep-konsep besaran dan ruang, dan juga pengkajian grup topologi, yang memadukan struktur dan ruang. Grup lie biasa dipakai untuk mengkaji ruang, struktur, dan perubahan. Topologi di dalam banyak percabangannya mungkin menjadi wilayah pertumbuhan terbesar di dalam matematika abad ke-20, dan menyertakan konjektur poincaré yang telah lama ada dan teorema empat warna, yang hanya "berhasil" dibuktikan dengan komputer, dan belum pernah dibuktikan oleh manusia secara manual.
Topologi – Geometri – Trigonometri – Geometri aljabar – Geometri diferensial – Topologi turunan – Topologi aljabar – Algebra linear – Geometri fraktal

Geometri
Trigonometri
Geometri diferensial
Topologi
Geometri fraktal

Perubahan
Memahami dan menjelaskan perubahan adalah tema biasa di dalam ilmu pengetahuan alam, dan kalkulus telah berkembang sebagai alat yang penuh-daya untuk menyeledikinya. Fungsi-fungsi muncul di sini, sebagai konsep penting untuk menjelaskan besaran yang berubah. Pengkajian kaku tentang bilangan real dan fungsi-fungsi berpeubah real dikenal sebagai analisis real, dengan analisis kompleks lapangan yang setara untuk bilangan kompleks. Hipotesis Riemann, salah satu masalah terbuka yang paling mendasar di dalam matematika, dilukiskan dari analisis kompleks. Analisis fungsional memusatkan perhatian pada ruang fungsi (biasanya berdimensi tak-hingga). Satu dari banyak terapan analisis fungsional adalah mekanika kuantum. Banyak masalah secara alami mengarah pada hubungan antara besaran dan laju perubahannya, dan ini dikaji sebagai persamaan diferensial. Banyak gejala di alam dapat dijelaskan menggunakan sistem dinamika; teori kekacauan mempertepat jalan-jalan di mana banyak sistem ini memamerkan perilaku deterministik yang masih saja belum terdugakan.
Aritmetika – Kalkulus – Kalkulus vektor – Analisis – Persamaan diferensial – Sistem dinamika - Teori kekacauan – Daftar fungsi

Kalkulus
Kalkulus vektor
Persamaan diferensial
Sistem dinamika
Teori kekacauan

Struktur
Banyak objek matematika, semisal himpunan bilangan dan fungsi, memamerkan struktur bagian dalam. Sifat-sifat struktural objek-objek ini diselidiki di dalam pengkajian grup, gelanggang, lapangan dan sistem abstrak lainnya, yang mereka sendiri adalah objek juga. Ini adalah lapangan aljabar abstrak. Sebuah konsep penting di sini yakni vektor, diperumum menjadi ruang vektor, dan dikaji di dalam aljabar linear. Pengkajian vektor memadukan tiga wilayah dasar matematika: besaran, struktur, dan ruang. Kalkulus vektor memperluas lapangan itu ke dalam wilayah dasar keempat, yakni perubahan. Kalkulus tensor mengkaji kesetangkupan dan perilaku vektor yang dirotasi. Sejumlah masalah kuno tentang Kompas dan konstruksi garis lurus akhirnya terpecahkan oleh Teori galois.
Aljabar abstrak – Teori bilangan – Geometri aljabar – Teori grup – Monoid – Analisis – Topologi – Aljabar linear – Teori grafik – Aljabar universal – Teori kategori – Teori urutan

Teori bilangan
Aljabar abstrak
Teori grup
Teori orde

Dasar dan filsafat
Untuk memeriksa dasar-dasar matematika, lapangan logika matematika dan teori himpunan dikembangkan, juga teori kategori yang masih dikembangkan. Kata majemuk "krisis dasar" mejelaskan pencarian dasar kaku untuk matematika yang mengambil tempat pada dasawarsa 1900-an sampai 1930-an.[27] Beberapa ketaksetujuan tentang dasar-dasar matematika berlanjut hingga kini. Krisis dasar dipicu oleh sejumlah silang sengketa pada masa itu, termasuk kontroversi teori himpunan Cantor dan kontroversi Brouwer-Hilbert.
Logika matematika diperhatikan dengan meletakkan matematika pada sebuah kerangka kerja aksiomatis yang kaku, dan mengkaji hasil-hasil kerangka kerja itu. Logika matematika adalah rumah bagi Teori ketaklengkapan kedua Gödel, mungkin hasil yang paling dirayakan di dunia logika, yang (secara informal) berakibat bahwa suatu sistem formal yang berisi aritmetika dasar, jika suara (maksudnya semua teorema yang dapat dibuktikan adalah benar), maka tak-lengkap (maksudnya terdapat teorema sejati yang tidak dapat dibuktikan di dalam sistem itu). Gödel menunjukkan cara mengonstruksi, sembarang kumpulan aksioma bilangan teoretis yang diberikan, sebuah pernyataan formal di dalam logika yaitu sebuah bilangan sejati-suatu fakta teoretik, tetapi tidak mengikuti aksioma-aksioma itu. Oleh karena itu, tiada sistem formal yang merupakan aksiomatisasi sejati teori bilangan sepenuhnya. Logika modern dibagi ke dalam teori rekursi, teori model, dan teori pembuktian, dan terpaut dekat dengan ilmu komputer teoretis.

Logika matematika
Teori himpunan
Teori kategori

Matematika diskret
Matematika diskret adalah nama lazim untuk lapangan matematika yang paling berguna di dalam ilmu komputer teoretis. Ini menyertakan teori komputabilitas, teori kompleksitas komputasional, dan teori informasi. Teori komputabilitas memeriksa batasan-batasan berbagai model teoretis komputer, termasuk model yang dikenal paling berdaya - Mesin turing. Teori kompleksitas adalah pengkajian traktabilitas oleh komputer; beberapa masalah, meski secara teoretis terselesaikan oleh komputer, tetapi cukup mahal menurut konteks waktu dan ruang, tidak dapat dikerjakan secara praktis, bahkan dengan cepatnya kemajuan perangkat keras komputer. Pamungkas, teori informasi memusatkan perhatian pada banyaknya data yang dapat disimpan pada media yang diberikan, dan oleh karenanya berkenaan dengan konsep-konsep semisal pemadatan dan entropi.
Sebagai lapangan yang relatif baru, matematika diskret memiliki sejumlah masalah terbuka yang mendasar. Yang paling terkenal adalah masalah "P=NP?", salah satu Masalah Hadiah Milenium.[28]
Kombinasi - Permutasi – Teori himpunan naif – Peluang – Teori komputasi – Matematika hingga – Kriptografi – Teori gambar – Teori permainan

Kombinatorika
Teori komputasi
Kriptografi
Teori graf

Matematika terapan
Matematika terapan berkenaan dengan penggunaan alat matematika abstrak guna memecahkan masalah-masalah konkret di dalam ilmu pengetahuan, bisnis, dan wilayah lainnya. Sebuah lapangan penting di dalam matematika terapan adalah statistika, yang menggunakan teori peluang sebagai alat dan membolehkan penjelasan, analisis, dan peramalan gejala di mana peluang berperan penting. Sebagian besar percobaan, survey, dan pengkajian pengamatan memerlukan statistika. (Tetapi banyak statistikawan, tidak menganggap mereka sendiri sebagai matematikawan, melainkan sebagai kelompok sekutu.) Analisis numerik menyelidiki metode komputasional untuk memecahkan masalah-masalah matematika secara efisien yang biasanya terlalu lebar bagi kapasitas numerik manusia; analisis numerik melibatkan pengkajian galat pemotongan atau sumber-sumber galat lain di dalam komputasi.
Mekanika – Analisis Numerik – Optimisasi – Probabilitas – Statistika – Matematika keuangan – Metode Numerik

Fisika matematika

Mekanika fluida

Analisis numerik

Optimisasi


Teori peluang

Statistika

Matematika keuangan

Teori permainan

Topik-topik matematika
Konjektur dan teori-teori yang terkenal
Teorema-teorema yang telah menarik matematikawan dan bukan matematikawan.
Teorema terakhir Fermat – Konjektur Goldbach – Konjektur Utama Kembar – Teorema ketaklengkapan Gödel – Konjektur Poincaré – Argumen diagonal Cantor – Teorema empat warna – Lema Zorn – Identitas Euler – Konjektur Scholz – Tesis Church-Turing
Teori dan konjektur penting
Di bawah ini adalah teori dan konjektur yang telah mengubah wajah matematika sepanjang sejarah.
Hipotesis Riemann – Hipotesis Kontinuum – P=NP – Teorema Pitagoras – Teorema limit pusat – Teorema dasar kalkulus – Teorema dasar aljabar – Teorema dasar aritmetika – Teorema dasar geometri proyektif – Klasifikasi teorema permukaan – Teorema Gauss-Bonnet
Dasar dan metode
Topik yang membahas pendekatan ke matematika dan pengaruh cara matematikawan mempelajari subjek mereka.
Filsafat matematika – Intuisionisme matematika – Konstruktivisme matematika – Dasar matematika – Teori pasti – Logika simbolik – Teori model – Teori kategori – Logika – Matematika kebalikan – Daftar lambang matematika
Sejarah dunia para matematikawan
Sejarah matematika – Garis waktu matematika – Matematikawan – Medali bidang – Hadiah Abel – Masalah Hadiah Milenium (Hadiah Matematika Clay) – International Mathematical Union – Lomba matematika – Pemikiran lateral – Kemampuan matematika dan masalah gender
Matematika dan bidang lainnya
Matematika dan arsitektur – Matematika dan pendidikan – Matematika skala musik
Kejadian Kebetulan Matematika
Daftar Kejadian Kebetulan Matematika
Kesalahpahaman dan kesalahan konsep yang umum terjadi
Matematika sangatlah sulit didefinisikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmetika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, - 2, ..., dan seterusnya, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.
Silakan baca kutipan-kutipan lama atau kuno di:
• Is Mathematics Beautiful?
• Do We Need Mathematics?
Matematika bukanlah sistem kecerdasan tertutup, di mana segala sesuatunya selalu saja berkembang. Tiada kemiskinan akan masalah terbuka. Para matematikawan menerbitkan ribuan makalah yang menjelaskan temuan-temuan baru di matematika tiap bulannya.
Matematika bukanlah numerologi (ilmu bilangan); tidak memusatkan perhatian pada sifat-sifat "supernatural" bilangan. Matematika bukan pula akuntansi; atau cuma sekadar aritmetika (ilmu hitung).
Matematika semu (pseudomatematika) adalah sebentuk kegiatan mirip matematika yang dilakukan di luar akademia, dan jarang dilakukan matematikawan. Matematika semu berisi serangan-serangan yang telah ditentukan mengenai pertanyaan-pertanyaan terkenal, berisikan upaya-upaya pembuktian yang dibuat di dalam cara yang tertutup (yakni, makalah-makalah panjang yang tidak disokong oleh teori-teori yang pernah diterbitkan). Hubungan terhadap matematika yang umum diterima sama saja seperti hubungan antara ilmu pengetahuan semu dan ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Kesalahan konsep yang dilibatkan biasanya didasarkan pada:
• kesalahpahaman dampak atau akibat kekakuan matematika;
• upaya-upaya untuk untuk mengelakkan kriteria wajar penerbitan makalah matematika di dalam suatu jurnal ilmiah setelah tinjauan sepadan, seringkali di dalam keyakinan bahwa jurnal itu dibiaskan melawan penulisnya;
• kekurangakraban dengan, dan oleh karenanya peremehan, terhadap kepustakaan yang telah ada.
Seperti astronomi, matematika banyak berutang budi kepada penyumbang amatir seperti Fermat dan Mersenne. Lihatlah lebih jauh lagi Daftar matematikawan amatir.
Kutipan
Menurut metode aksiomatik, di mana sifat-sifat tertentu (sebaliknya tak dikenal) struktur diambil dan kemudian secara logis akibat dari itu kenudian secara logika diturunkan, Bertrand Russell berkata:
"Matematika dapat didefinisikan sebagai subyek yang mana kita tidak pernah tau tentang apa yang sedang kita bicarakan, maupun apa yang tidak kita katakan benar".
Mungkin ini menjelaskan mengapa John von Neumann berkata suatu kali:
"Dalam matematika Anda takkan memahami hal. Anda benar-benar mengambilnya dulu".
Tentang indahnya matematika, Bertrand Russell berkata dalam Study of Mathematics:
"Matematika, sudah sepantasnya dipandang, tak hanya memiliki kebenaran, namun keindahan tertinggi – dingin dan cermat yang bagus, seperti pahatan itu, tanpa menarik setiap bagian sifat lemah kita, tanpa hiasan indah lukisan atau musik, masih murni sama sekali, dan kemampuan kesempurnaan keras seperti hanya seni terbesar dapat mempertunjukkan. Jiwa kesenangan yang sesungguhnya, keagungan, arti badan lebih daripada manusia, yang merupakan batu ujian keunggulan tertinggi, untuk ditemukan dalam matematika seperti tentu saja puisi".
Menguraikan simetri antara aspek penciptaan dan logika matematika, W.S. Anglin mengamati, dalam Mathematics and History:
"Matematika bukanlah gerakan turun hati-hati jalan raya yang bebas, namun perjalanan dalam hutan belantara yang asing, di mana penjelajah sering kehilangan. Kekerasan akan menjadi tanda untuk sejarawan yang mana peta telah dibuat, dan penjelajah sesungguhnya telah pergi ke tempat lain".
Catatan
1. ^ Steen, L.A. (29 April 1988). The Science of Patterns. Jurnal Science, 240:611-616 dan diikhtisarkan di dalam Association for Supervision and Curricullum Development
2. ^ Devlin, Keith, Mathematics: The Science of Patterns: The Search for Order in Life, Mind and the Universe (Scientific American Paperback Library) 1996, ISBN 978-0-7167-5047-5
3. ^ Jourdain
4. ^ Tidak ada perupaan atau penjelasan tentang wujud fisik Euclid yang dibuat selama masa hidupnya yang masih bertahan sebagai kekunoan. Oleh karena itu, penggambaran Euclid di dalam karya seni bergantung pada daya khayal seorang seniman (lihat Euclid).
5. ^ Peirce, p.97
6. ^ a b Einstein, p. 28. Kutipan ini adalah jawaban Einstein terhadap pertanyaan: "betapa mungkin bahwa matematika, di samping yang lain tentunya, menjadi ciptaan pemikiran manusia yang terbebas dari pengalaman, begitu luar biasa bersesuaian dengan objek-objek kenyataan?" Dia juga memperhatikan Keefektifan tak ternalar Matematika di dalam Ilmu Pengetahuan Alam.
7. ^ Eves
8. ^ Peterson
9. ^ The Oxford Dictionary of English Etymology, Oxford English Dictionary
10. ^ S. Dehaene, G. Dehaene-Lambertz and L. Cohen, Abstract representations of numbers in the animal and human brain, Trends in Neuroscience, Vol. 21 (8), Aug 1998, 355-361. http://dx.doi.org/10.1016/S0166-2236(98)01263-6.
11. ^ Sevryuk
12. ^ Johnson, Gerald W.; Lapidus, Michel L. (2002). The Feynman Integral and Feynman's Operational Calculus. Oxford University Press.
13. ^ Eugene Wigner, 1960, "The Unreasonable Effectiveness of Mathematics in the Natural Sciences," Komunikasi pada Matematika Murni dan Terapan 13(1): 1–14.
14. ^ Hardy, G. H. (1940). A Mathematician's Apology. Cambridge University Press.
15. ^ Gold, Bonnie; Simons, Rogers A. (2008). Proof and Other Dilemmas: Mathematics and Philosophy. MAA.
16. ^ Aigner, Martin; Ziegler, Gunter M. (2001). Proofs from the Book. Springer.
17. ^ Penggunaan Aneka Lambang Matematika Terdini (memuat banyak referensi yang lebih jauh)
18. ^ Lihatlah bukti palsu untuk contoh sederhana dari hal-hal yang bisa salah di dalam bukti formal. sejarah Teorema Empat Warna berisi contoh-contoh bukti-bukti salah yang tanpa sengaja diterima oleh para matematikawan lainnya pada saat itu.
19. ^ Ivars Peterson, Wisatawan Matematika, Freeman, 1988, ISBN 0-7167-1953-3. p. 4 "Sedikit keluhan akan ketidakmampuan program komputer memeriksa secara wajar," (merujuk kepada bukti Haken-Apple terhadap Teorema Empat Warna).
20. ^ Patrick Suppes, Axiomatic Set Theory, Dover, 1972, ISBN 0-486-61630-4. p. 1, "Di antara banyak cabang matematika modern, teori himpunan menduduki tempat yang unik: dengan sedikit pengecualian, entitas-entitas yang dikaji dan dianalisis di dalam matematika dapat dipandang sebagai himpunan khusus atau kelas-kelas objek tertentu."
21. ^ Waltershausen
22. ^ Shasha, Dennis Elliot; Lazere, Cathy A. (1998). Out of Their Minds: The Lives and Discoveries of 15 Great Computer Scientists. Springer.
23. ^ Popper 1995, p. 56
24. ^ Ziman
25. ^ "Fields Medal kini disepakati paling dikenal dan paling berpengaruh di dalam matematika." Monastyrsky
26. ^ Riehm
27. ^ Luke Howard Hodgkin & Luke Hodgkin, A History of Mathematics, Oxford University Press, 2005.
28. ^ Clay Mathematics Institute P=NP
Referensi
• Benson, Donald C., The Moment of Proof: Mathematical Epiphanies, Oxford University Press, USA; New Ed edition (December 14, 2000). ISBN 0-19-513919-4.
• Boyer, Carl B., A History of Mathematics, Wiley; 2 edition (March 6, 1991). ISBN 0-471-54397-7. — A concise history of mathematics from the Concept of Number to contemporary Mathematics.
• Courant, R. and H. Robbins, What Is Mathematics? : An Elementary Approach to Ideas and Methods, Oxford University Press, USA; 2 edition (July 18, 1996). ISBN 0-19-510519-2.
• Davis, Philip J. and Hersh, Reuben, The Mathematical Experience. Mariner Books; Reprint edition (January 14, 1999). ISBN 0-395-92968-7. — A gentle introduction to the world of mathematics.
• Einstein, Albert (1923). "Sidelights on Relativity (Geometry and Experience)".
• Eves, Howard, An Introduction to the History of Mathematics, Sixth Edition, Saunders, 1990, ISBN 0-03-029558-0.
• Gullberg, Jan, Mathematics — From the Birth of Numbers. W. W. Norton & Company; 1st edition (October 1997). ISBN 0-393-04002-X. — An encyclopedic overview of mathematics presented in clear, simple language.
• Hazewinkel, Michiel (ed.), Encyclopaedia of Mathematics. Kluwer Academic Publishers 2000. — A translated and expanded version of a Soviet mathematics encyclopedia, in ten (expensive) volumes, the most complete and authoritative work available. Also in paperback and on CD-ROM, and online [1].
• Jourdain, Philip E. B., The Nature of Mathematics, in The World of Mathematics, James R. Newman, editor, Dover, 2003, ISBN 0-486-43268-8.
• Kline, Morris, Mathematical Thought from Ancient to Modern Times, Oxford University Press, USA; Paperback edition (March 1, 1990). ISBN 0-19-506135-7.
• Monastyrsky, Michael. "Some Trends in Modern Mathematics and the Fields Medal" (PDF). Canadian Mathematical Society. Diakses pada 28 Juli 2006.
• Oxford English Dictionary, second edition, ed. John Simpson and Edmund Weiner, Clarendon Press, 1989, ISBN 0-19-861186-2.
• The Oxford Dictionary of English Etymology, 1983 reprint. ISBN 0-19-861112-9.
• Pappas, Theoni, The Joy Of Mathematics, Wide World Publishing; Revised edition (June 1989). ISBN 0-933174-65-9.
• Peirce, Benjamin. "Linear Associative Algebra". American Journal of Mathematics (Vol. 4, No. 1/4. (1881). JSTOR.
• Peterson, Ivars, Mathematical Tourist, New and Updated Snapshots of Modern Mathematics, Owl Books, 2001, ISBN 0-8050-7159-8.
• Paulos, John Allen (1996). A Mathematician Reads the Newspaper. Anchor. ISBN 0-385-48254-X.
• Popper, Karl R. (1995). "On knowledge", In Search of a Better World: Lectures and Essays from Thirty Years. Routledge. ISBN 0-415-13548-6.
• Riehm, Carl (August 2002). "The Early History of the Fields Medal" (PDF). Notices of the AMS 49 (7): 778–782.
• Sevryuk, Mikhail B. (January 2006). "Book Reviews" (PDF). Bulletin of the American Mathematical Society 43 (1): 101–109. DOI:10.1090/S0273-0979-05-01069-4 Diakses pada 24 Juni 2006.
• Waltershausen, Wolfgang Sartorius von (1856, repr. 1965). Gauss zum Gedächtniss. Sändig Reprint Verlag H. R. Wohlwend. ISBN 3-253-01702-8.
• Ziman, J.M., F.R.S.. "Public Knowledge:An essay concerning the social dimension of science".
Pranala luar
Cari tahu mengenai Matematika pada proyek kembar Wikipedia:
Definisi kamus

Buku teks

Kutipan

Teks sumber

Gambar dan media

Berita

Sumber pelajaran

• Buku-buku matematika bebas Kumpulan buku matematika bebas.
• Penerapan Aljabar SMA
• Encyclopaedia of Mathematics ensiklopedia online dari Springer, Karya referensi pascasarjana dengan lebih dari 8.000 judul, mencerahkan hampir 50.000 gagasan di dalam matematika.
• Situs HyperMath di Georgia State University
• Perpustakaan FreeScience Bagian matematika dari perpustakaan FreeScience
• Rusin, Dave: The Mathematical Atlas. Panduan wisata melalui aneka macam matematika modern. (Juga dapat ditemukan di sini.)
• Polyanin, Andrei: EqWorld: The World of Mathematical Equations. Sebuah sumber online yang memusatkan perhatian pada fisika matematika aljabar, diferensial biasa, diferensial parsial, integral, dan persamaan-persamaan matematika lainnya.
• Cain, George: Buku teks Matematika Online tersedia online secara bebas.
• Matematika dan Logika: Searah matematika formal, gagasan-gagasan logis, linguistik, dan metodologis. Di dalam Kamus Sejarah Gagasan.
• Riwayat Hidup Matematikawan. Arsip Sejarah Matematika MacTutor sejarah ekstensif dan kutipan dari matematikawan termasyhur.
• Metamath. Sebuah situs dan sebuah bahasa, yang memformalkan matematika dari dasar-dasarnya.
• Nrich, sebuah situs peraih hadiah bagi para siswa berusia sejak lima tahun dari Universitas Cambridge
• Taman Masalah Terbuka, sebuah wiki dari masalah matematika terbuka
• Planet Math. Sebuah ensiklopedia matematika online yang masih dibangun, memusatkan perhatian pada matematika modern. Menggunakan GFDL, memungkinkan pertukaran artikel dengan Wikipedia. Menggunakan pemrograman TeX.
• Beberapa aplet matematika, di MIT
• Weisstein, Eric et al.: MathWorld: World of Mathematics. Sebuah ensiklopedia online matematika.
• Patrick Jones' Tutorial Video tentang Matematika

Basa Jawa

ATUR PAMBUKA

Sampun ngantos gumun menawi para siswa dipunajak sinau sinambi dolanan menapa dolanan sinambi sinau. Sedaya kala wau nggadhahi pangangkah supados pasinaon para siswa saged kalampahan kanthi ngremaenaken.
Buku Remen Basa Jawa dipunrakit kanthi adhedhasar Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa tahun 2004. Wonten ing salebatipun buku menika kathah kabeber carios, dongeng, gambar, tuntunan dolanan, sekar utawi tembang lan taksih kathah malih sanesipun. Sedaya kala wau dipunajab saged kangge nggladhi para siswa ing babagan kaprigelan basa inggih menika nyemak, micara, maca, lan nulis.
Para siswa temtu ugi sami remen cariyos, dongeng, tuwin cariyos wayang. Menapa para siswa sami kepengin mangertosi isinipun maneka cariyos kala wau/ sumangga para siswa sami maos piyambak buku Remen Basa Jawa menika. Dhumateng para siswa ingkang remen geguritan saha macapat ugi saged nyinau babagan sastra kala wau.
Ing pungkasaning atur, sumangga sesarengan sami sregep nyinau basa Jawi supados basa ingkang adiluhung menika saged lestantun tuwin ngrembaka.
Sampun ngantos kesupen menawi wonten panyaruwe babagan isi buku menika, sumangga dipun kintunaken dhumateng Tim Karya Guru. Kawula saged mundi panyaruwe saking sinten kemawon, amrih sampurnanipun buku menika.
Semanten rumiyin, nuwun.


Semarang, Desember 2009


Penulis




DAFTAR ISI

Atur Pambuka ........................................................................................................ 2
Daftar Isi .................................................................................................................. 3
Wulangan 1 Lingkungan ........................................................................................... 4
Wulangan 2 Olahraga ............................................................................................... 5
Wulangan 3 Tetanen ................................................................................................ 6
Wulangan 4 Pendhidhikan ....................................................................................... 8
Wulangan 5 Komunikasi ......................................................................................... 9
Wulangan 6 Budi Pekerti ......................................................................................... 10
Wulangan 7 Kasenengan .......................................................................................... 11
Wulangan 8 Pahlawan .............................................................................................. 12
Wulangan 9 Pariwisata ............................................................................................. 13
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 14











PEMBAHASAN

Buku ingkang kapethik saking Erlangga kang irah-irahipun Remen Basa Jawa kanggo SD Kelas 4 gadhah 9 wulangan, inggih menika :
1. Lingkungan
2. Olahraga
3. Tetanen
4. Pendhidhikan
5. Komunikasi
6. Budi Pekerti
7. Kasenengan
8. Pahlawan
9. Pariwisata




A. WULANGAN 1
LINGKUNGAN

1. Ngandharaken isi pacelathon wonten basa kramalan,lan basa ngoko.
Wonten buku menika dipun jlentrehaken :
a. Pacelathon

Kerja Bakti
Ibu : “Lih, Galih!”
Galih : ”Dalem Bu.”
Ibu : “Mrenea, tulungana Ibu ngangkat meja iki.”
Galih : “Nggih Bu.”
Ibu : “Lho, kok nggawa arit barang arep kanggo apa tha?”
Galih : “Menika lho Bu kangge cecawis kerja bekti benjing. Kala wau dipun dhawuhi Pak Guru mbekta arit.”
Ibu : “Apa kabeh ya nggawa arit?”
Galih : “Boten, Bu. Wonten ingkang mbekta ember, lap pel, sapu sada, malah wonten ingkang mbekta pacul.”
Ibu : “Wah, yen kerep kerja bakti ngene kuwi sekolahmu katon resik tenan ya Lih.”
Galih : “Inggih Bu.”

Sesampunipun Guru maosaken pacelathon menika, murid dipun utus nyerat isinipun pacelathon menika.

b. Kawruh Basa
Murid dipun utus madosi batanganipun ingkang dipunkarepaken.
Tuladha:
Pak Surono esuk sore ana dalan. Methongkrong ana dhokare sing terus mlayu digeret jarane.
Batangane : Pak Surono kusir.

2. Micara
a. Nyariyosaken isinipun naskah.
b. Mragakaken tokoh wonten naskah drama.
3. Maca
a. Maos aksara jawi.
• Maos akasara jawa
• Negesi wacan
b. Maos akasara jawi kanthi rancak lan lafal intonasi ingkang trep.
4. Nulis
a. Nyatet pokok-pokok isinipun wacan.
• Maos kanthi titi
• Negesi tembung
• Pados isinipun wacan
5. Apresiasi sastra
a. Nembangaken tembang macapat.
b. Nyariyosaken lan nyerataken isinipun tembang macapat.


B. WULANGAN 2
OLAHRAGA
1. Nyemak
a. Mirengke pacelathon
Murid mirengaken pacelathon ingkang dipunwaosaken Guru.
b. Ajar carios
Sakbanjuripun nyariyosaken ngangge basa ngoko siswa banjur nyariosaken ngangge basa krama.
c. Mirengake cariyos
Mirengaken lan nggatosaken cariyos ingkang dipunwaos Bapak/Ibu Guru.
d. Mangsuli pitakon
2. Micara
a. Ngritik kanthi alesan
Siswa damel kritikan wonten perkawis ingkang dipunparingi Bapak/Ibu Guru.
b. Ngritik kanca
Murid ngritik anggenipun nyandang panganggo dhumateng rencang-rencangipun. Napa kemawon kekiranganipun lan kepripun becike.
3. Maca
a. Maos nyuwara.
Murid maos kanthi lafal, intonasi lan ekspresi ingkang trep.
b. Wani carios
Siswa nyariyosaken ngangge basanipun piyambak kanthi runtut.
c. Maca pawarta
Siswa madosi pawarta olahraga saking Koran banjur maosaken wonten ngajeng kelas kados pranatacara.
d. Maca aksara jawa
4. Nulis
a. Maos geguritan
Murid maosaken geguritan lan mawaspadakaken isinipun kanthi trawaca.
b. Gawe parafrase
Murid nyobi damel parafrase saking geguritan wonten inggil.
5. Apresiasi sastra
a. Cariyos rakyat
Murid maos cariyos saking daerah.
b. Mangsuli pitakon
Saking cariyos ingkang dipunwaos.

C. WULANGAN 3
TETANEN
1. Maca
a. Maca Titi
Murid maosaken wacan kanthi permati.
Tuladhanipun wacan artikel.
b. Mangsuli pitakon
Murid mangsuli pitakon-pitakon kanthi dasar wacan.
c. Gawe ringkesan
Murid damel ringkesan saking artikel kirang langkungipun 5-10 ukara.
d. Carios wonten ing ngajeng kelas
Nyariyosaken wonten ngajeng kelas isinipun wacan ngangge basa ngoko ingkang becik.
e. Maos aksara jawi
f. Nggantos aksara jawi ngangge aksara latin.
2. Nulis
a. Ndamel pidhato kanthi dhasar gambar
Murid damel pidhato kanthi dhasar gambar ingkang dipunparingi Guru.
b. Mangsuli pitakon
c. Nyusun pidhato
d. Layang ulem
Siswa damel layang ulem, inggih menika layang ingkang isinipun ngaturi rawuh.
3. Micara
a. Wawancara
Murid damel tugas wawancara saking sekolah ingkang dipunwawancarai inggih menika kadosta pegawai kantor dinas Pertanian.
b. Mangsuli pitakon
Murid mangsuli pitakon kanthi cekak aos miturut asiling wawancara.
c. Carita ing ngarep kelas
Inggih menika murid wonten ngajeng kelas nyariosaken asilipun wawancara.
4. Nyemak
a. Mirengaken dongeng
Murid mirengaken dongeng ingkang dipunwaosaken Bapak/Ibu Guru.
Tuladha dongeng kanthi irah-irahan wit kado.
b. Mangsuli pitakon
Miturut dongeng ingkang dipunwaosaken dening Guru.
c. Nulis urutaning dongeng
Murid nyerat malih urutaning dongeng ngangge basanipun piyambak kirang langkungipun 10 ukara.
d. Carita ing ngarep kelas
Nyariyosaken dongeng ngangge basanipun piyambak wonten ing ngajengipun kelas.
5. Apresiasi sastra
a. Ngringkes cerita
Madosi cariyos saking buku, majalah, utawi Koran.
b. Golek liding cerita
Saben cariyos menika lumrahipun ngemu pitutur utawa wekasan saking panganggit ingkang dipunwastani liding cariyos. kanthi maos cariyos, piyambakipun saged angsal pitutur ingkang sae ingkang kedah dipun tindakaken lan tuladha pandamel ala ingkang kedah dipun singkur.
c. Maragakake carita wayang
Murid maragakaken drama wayang wonten ngajeng kelas.




D. WULANGAN 4
PENDHIDHIKAN
1. Nyemak
a. Mirengake pawarta
Mirengaken pawarta ingkang dipunwaos guru.
b. Negesi tembung
c. Goleki isi pawarta
2. Micara
a. Nulis tanggap wacana (pidhato)
Murid nyerat teks tanggap wacana utawa pidhato
b. Tanggap wacana (pidhato)
Murid nindakaken pidhato ingkang sampun dipunserat.
c. Kawruh basa
• Tembung saroja
Tuladha : - malang megung
- Salang tunjang
- Gedhe cilik
d. Paramasastra
• Ater-ater tripurusa
Tuladha : - dibuwang asalipun saking tembung : di + buwang
- Kokjupuk asalipun saking tembung : ko + jupuk
3. Maos
a. Mirengaken pawarta
Murid maos wacan
b. Damel ringkesan
Murid ngringkes wacan ingkang sampun dipunserat.
c. Ngandharaken ringkesan
Murid maos ringkesan ingkang sampun dipundamel.
4. Nyerat
a. Nulis tanggap wacana (pidhato)
Murid damel tanggap wacana.
Congkronganipun tanggap wacana :
• Salam pambuka
• Purwaka
• Isi
• Wigati utawa kesimpulan
• Pangajeng-ajeng lan wusana
b. Maos tanggap wacana
Murid maos tanggap wacana ingkang sampun dipunserat.
5. Apresiasi sastra
Njlentrehaken pawatakipun tokoh wonten carios.
a. Maos batin
Murid maos wacan.
b. Mangsuli pitakonan



E. WULANGAN 5
KOMUNIKASI
1. Micara
a. Ngandhakake pesen
b. Golek informasi
Murid madosi informasi saking narasumber.
2. Nyemak
a. Mirengaken pacelathon
Murid mirengaken pacelathon ingkang dipunwaosaken rencange.
b. Nyariosaken pacelathon
Murid nyariosaken pacelathon ngangge basa ngoko lajeng ngangge basa karma.
c. Ningali sinetron
Murid mirengaken sinetron.
d. Mangsuli pitakon
e. Ngringkes carios
Ngringkes carios lan nggatekaken sinten kemawon ingkang dados paraga, papan panggenan, kadadean, lan purwamadya wusananing carios.
f. Maragakaken sandhiwara
Murid maragakaken sandhiwara.
3. Apresiasi sastra
a. Mirengaken pacelathon
Murid mirengaken pacelathon ingkan dipunwaosaken guru.
b. Gladhi carios
Murid nyariosaken malih carios ingkang dipunwaosaken guru ngangge basa ngoko.
c. Carios wayang purwa
Murid nggatekaken carios wayang purwa wonten ing buku paket.
d. Mangsuli pitakonan
e. Gladhen carios
Murid nyariosaken malih carios wayang purwa wau ngangge basa ngoko utawa karma.
4. Maca
a. Maos geguritan
b. Mangsuli pitakonan
c. Kendel maos geguritan
Maos geguritan sami kaliyan maos puisi. Lafal lan aksara sanesipun kedah cetha semanten ugi intoasinipun lan maos geguritan menika kedah njiwani.
d. Maos aksara jawa
5. Nulis
a. Tugas damel paraphrase
Minangka kagem gladhen murid madosi geguritan wonten ing majalah, Koran utawi buku banjur damel paraphrase awujud prosa.


F. WULANGAN 6
BUDI PEKERTI
1. Maos
a. Maos lancar
b. Mangsuli pitakonan
c. Maos geguritan
d. Ngubah geguritan
Murid ngowahi geguritan dados karangan bebas. Tegesipun ngowahi ngangge ukara ingkang gampil dipunmangertosi.
2. Nyerat
a. Damel ulem
Ulem inggih menika laying ingkang isinipun menehi kabar marang tiyang sanes menawi gadhah perlu kadosta mantenan, sunatan, lsp.
Padatan, ulem dipundamel lan dipunkirim seminggu saderengipun gadhah damel.
b. Peranganipun laying
Peranganipun laying, inggih menika :
1) Papan, panggonan, lan titi mangsa kang isinipun ngenani papan lan tanggal layang.
2) Adangiyah inggih menika ungguh-ungguhing basa ingkang kirim layang marang kanga arep dipunkirimi layang.
3) Pambuka ugi dipunarani purwaka basa. Isinipun pambuka laying kang ngabaraken puji syukur dhumateng Gusti, kadosta kabar kasarasan.
4) Isi ugi dipunarani surasa basa kang ngemot isinipun laying sejatinipun.
5) Panutup ugi dipunarani wasana basa kang mratelakaken pangarep-arep kang wonten gegayutanipun layang.
6) Peprenahan inggih menika karepipun kaserat wonten laying kadosta saking kula, putra satuhu, lsp.
7) Tandha tangan, asmanipun kang kirim lan alamatipun.
c. Ngertos peranganipun layang
d. Damel ulem
Murid dipunutus damel ulem kang isinipun ngabari rencange arep tanggap warsa utawi ulang tahun.
3. Apresiasi sastra
a. Carios wayang
b. Mangsuli pitakon
c. Gladhen carios
Murid nyariosaken malih carios ingkang wonten ing buku ngangge basanipun piyambak.
d. Madosi carios rakyat
4. Nyemak
a. Drama
b. Mangsuli pitakon
c. Gladhen carios
d. Gladhen dados pemain drama
Murid maragakaken dados paraga drama.
5. Micara
a. Nglapuraken pengamatan
Menawi dipundhawuhi guru damel lapuran kedah komplit supados boten wonten pitakonan nalika paring palapuran.
b. Damel lapuran
c. Tugas damel lapuran

G. WULANGAN 7
KASENENGAN
1. Maos
a. Maos wacan
Maos wacan wonten ing buku paket kanthi enggal sepisan kemawon.
b. Madosi intisarinipun carios
Murid madosi intisarinipun carios saben alenia.
c. Damel kesimpulan
Saking intisari menika saged dipunringkes malih dados kesimpulan wacan. Nyerat kesimpulanipun wacan menika ngangge saukara utawi kalih ukara.
2. Micara
a. Nyerat carios kanthi dhasar gambar
b. Mangsuli pitakon
c. Nyerat carios
Murid damel carios caranipun damel layangan kanthi urut wonten sajroning limang alinea wonten ing buku tulis.
d. Carios wonten ing ngajeng kelas
Murid nyariosaken wonten ing ngajeng kelas caranipun damel layangan kanthi gamblang.
3. Nyerat
a. Maos carios
b. Mangsuli pitakon
c. Damel ringkesanipun carios
4. Nyemak
a. Mirengaken geguritan
Murid mirengaken geguritan ingkang dipunwaosaken dening guru.
b. Mangsuli pitakon
5. Apresiasi sastra
a. Ngringkes carios wayang
Murid maos carios wonten ing buku paket.
b. Ganepaken carios
c. Carios wonten ngajeng kelas
d. Ngringkes carios


H. WULANGAN 8
PAHLAWAN
1. Apresiasi sastra
a. Carios rakyat
Maragakaken carios (drama).
b. Mangsuli pitakon
c. Wayang pandhawa
d. Mangsuli pitakon
2. Nyemak
a. Mirengaken geguritan
b. Gladhi carios
3. Micara
a. Ngritik kahanan
b. Ngritik rencange piyambak
4. Maos
a. Maos titi
b. Mangsuli pitakon
c. Nyerat ukara pokok
5. Nyerat
a. Ngowahi geguritan dados prosa
b. Mangsuli pitakon
c. Damel prosa sederhana


I. WULANGAN 9
PARIWISATA
1. Nyerat
a. Ngringkes wacan
b. Mangsuli pitakon
c. Gladhen ngringkes carios
Ngringkes carios tegesipun nyerat bab-bab ingkang wigati utawi baku wonten sajroning carios.
Pramila nalika ngringkes kedah mangertosi :
• Paraga kang wonten ing wacan
• Alurv carios
• Intisari carios kang dipunwaos
d. Madosi tegesing tembung
2. Apresiasi sastra
a. Sandhiwara
Murid maos drama wonten ing buku paket.
b. Ngringkes carios
c. Carios wayang
Maos carios wayang ngangge intonasi, lafal lan pangraos kang trep.
3. Nyemak
a. Damel gancaran
Mirengaken geguritan ingkang dipunwaosaken rencange.
b. Gladhen damel gancaran
4. Micara
a. Sandhiwara
Maos sandhiwara ngangge intonasi, lafal lan pangraos kang trep.
b. Mangsuli pitakon
c. Nyariosaken isinipun sarana lisan
d. Tugas mirani sinetron anak-anak
5. Maos
a. Maos seru
Maos seru inggih menika maos kanthi swanten kang cetha supados rencang-rencangipun sami mangertos punapa isinipun wacan wau.
b. Mangsuli pitakon
c. Gladhen maos swanten
Kepripun maosipun “dha” lan “da” kang trep.



DAFTAR PUSTAKA


Tim Karya Guru. 2008. Remen Basa Jawa. Jakarta: Erlangga.

Multikultural 2

Perspektif Multikulturalisme, Salah Satu Penyelesaian Masalah Diskriminasi Etnis keturunan Tionghoa
Artikel dikirim oleh Diyah Wara Restiyati pada 8 June 2009 – 5:46 am

Dalam sejarah bangsa Indonesia, etnis keturunan Tionghoa telah berada di Indonesia jauh sebelum terbentuknya Indonesia sendiri. Bahkan pada jaman Belanda, sekitar tahun 1901, sudah terdapat sekolah berbahasa pengantar bahasa Mandarin bernama Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). Awalnya para etnis keturunan Tionghoa ini bekerja pada sektor pertambangan dan pertanian. Kemudian mereka juga merambah ke berbagai sektor lain terutama perdagangan.
Usaha perdagangan ini kemudian memberi banyak pengaruh pada perkembangan ekonomi, dan kebanyakan etnis keturunan Tionghoa lah yang menguasai bidang ini. Mulai dari berdagang eceran, sampai berdagang dengan partai besar. Karena penguasaan perdagangan oleh etnis ini, maka tahun 1960 pemerintah sempat mengeluarkan peraturan (Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1960), yang melarang orang-orang keturunan Tionghoa berdagang di desa-desa, dan menggantikan warung-warung mereka dengan koperasi-koperasi rakyat desa milik etnis lain, yang dianggap etnis “pribumi” seperti Sunda, Padang dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar ekonomi etnis “pribumi’ ini meningkat.
Selain sukses dalam perdagangan, pada masa pemerintahan Soekarno (sering disebut orde lama), etnis keturunan Tionghoa juga diberikan kesempatan yang sama dengan etnis lainnya, untuk melakukan praktek agama leluhur, mempertunjukkan adat istiadat dan mempergunakan bahasa Mandarin secara bebas. Beberapa etnis keturunan Tionghoa juga berkiprah di bidang politik, bahkan duduk didalam kabinet, dengan masih menggunakan nama Tionghoanya.
Lalu ketika memasuki masa orde baru, kebijakan asimilasi pun mulai dilakukan, terutama terhadap etnis keturunan Tionghoa. Kebijakan ini lahir dengan alasan mencegah keekslusifan etnis keturunan Tionghoa. Adanya ketakutan bahwa etnis ini akan membentuk komunitas tersendiri, tidak berbaur dengan etnis lainnya, merupakan alasan lainnya. Padahal, tanpa adanya kebijakan tersebut, etnis ini sudah berasimilasi dengan sendirinya, terutama lewat pernikahan. Adanya asimilasi tersebut kemudian melahirkan apa yang disebut unsur budaya Tionghoa Peranakan. Unsur budaya Tionghoa Peranakan merupakan campuran dari unsur budaya Tionghoa dengan suku dimana mereka tinggal, atau suku yang mereka nikahi. Misalnya Tionghoa Peranakan Jawa atau Cina Benteng di Jakarta, Banten dan Cina Tenglang di Jawa Barat. Salah satu contoh unsur budaya Tionghoa Peranakan pada kue-kue tradisional Indonesia, yaitu kue mangkok.
Budaya Indonesia merupakan suatu himpunan dari berbagai etnis yang tersebar diseluruh Indonesia, dengan kekhasannya sendiri-sendiri.. Kalau memang budaya Indonesia disepakati sebagai himpunan budaya (sering disebut salad bowl), maka semestinya budaya keturunan Tionghoa merupakan suatu bagian dari budaya Indonesia. Asimilasi yang terjadi, seharusnya dibiarkan secara alami, tanpa perlu adanya kebijakan tersendiri, yang dimasukkan dalam kebijakan negara. Karena proses asimilasi yang dipaksakan, malahan menimbulkan perlakuan yang diskriminatif. Adanya kebijakan untuk penggantian nama bagi etnis ini, dengan nama yang dianggap berbau Indonesia. Kemudian juga penggantian agama, karena agama leluhur yang dianut dianggap tidak sesuai dengan salah satu dasar negara yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dampak dari kebijakan tersebut kemudian terjadi kekacauan dalam proses administrasi. Terutama berkaitan dengan hak milik, hak tanah ataupun dengan surat-surat berharga lainnya termasuk pengurusan kartu tanda penduduk. Dan pada tahap selanjutnya, kekacauan administrasi ini juga dibarengi dengan pembatasan etnis ini dalam bidang lain. Pembatasan etnis yang dikuatkan dengan lahirnya peraturan-peraturan seperti tidak menampilkan unsur budaya Tionghoa di muka umum, tidak memakai bahasa Mandarin dalam iklan atau apapun yang ditampilkan di hadapan publik.
Ternyata, pada bidang lain pun, pembatasan juga terjadi, dengan tidak diperbolehkan etnis ini berada dalam pemerintahan atau menjadi tentara. Kemudian juga terjadi penyelewengan sejarah masyarakat etnis ini. Pada buku-buku sejarah, tidak ditemukan tokoh pejuang kemerdekaan yang berasal dari etnis keturunan Tionghoa. Padahal ada beberapa tokoh keturunan Tionghoa yang aktif dalam perjuangan bangsa. Misalnya Liem Koen Hoen dan sebagainya.
Pembatasan etnis keturunan Tionghoa ini, yang kemudian justru semakin memantapkan diri posisi etnis ini dalam ekonomi. Pada masa orde baru berkembanglah usaha patungan antara pengusaha keturunan Tionghoa dengan etnis lain. Dalam perkembangannya, usaha para pengusaha etnis ini semakin maju, dan didukung pemerintah melalui pemberian modal yang lebih mudah prosesnya dibandingkan pemberian modal kepada pengusaha “pribumi”. Hal ini yang kemudian membuat kesenjangan antara yang keturunan dan “pribumi”.
Yang terjadi selanjutnya adalah prasangka negatif terhadap etnis ini semakin terbangun. Berbagai iklan dan kebijakan pemerintah mengarah pada superior etnis ini dalam bidang ekonomi, dan menutupi diskriminasi di bidang lain. Iklan dan kebijakan atas superior ini yang diterima oleh masyarakat sebagai penguatan pada karakter dan sifat negatif etnis ini. Prasangka negatif pun semakin tersosialisasikan dengan luas, ketika terjadi konflik pribadi antar etnis, yang ditarik sebagai pembenaran atas streorotipe etnis keturunan Tionghoa, yang artinya berlaku secara umum.
Proses dari streorotipe yang terus menerus dibangun tadi, menimbulkan sentimen negatif baik pribadi maupun umum terhadap etnis keturunan Tionghoa. Puncak dari segala sentimen, dimana kebencian, kecurigaan dan kemarahan terhadap etnis keturunan Tionghoa muncul dan menjadikan etnis ini sebagai salah satu sasaran kekerasan pada peristiwa Mei 1998. Puluhan atau mungkin ratusan (tidak ada catatan yang pasti jumlahnya) perempuan keturunan Tionghoa kemudian juga menjadi korban perkosaan dan pelecehan seksual pada tragedi 12-14 Mei 1998. Sebuah tragedi yang terus disangkal keberadaannya oleh pemerintah orde, yang seharusnya tidak terjadi pada bangsa yang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, yang pada masa perjuangan pembentukannya, tidak membedakan seseorang berdasarkan warna kulit, ras, agama atau sukunya atau berdasarkan bhinneka tunggal ika.
Setelah masa orde baru, lahirlah masa reformasi yang diyakini sebagai masa pencerahan, dengan terbukanya kesempatan pada etnis keturunan Tionghoa berkegiatan di semua bidang, dan mempertunjukkan unsur budayanya. Kebijakan yang membatasi etnis keturunan Tionghoa yang dituangkan dalam Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 mengenai pengaturan tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina pun dicabut. Namun, ternyata dalam prakteknya masih ada masalah diskriminasi yang terjadi pada etnis keturunan Tionghoa. Terutama ketika mereka kembali menggunakan nama Tionghoa atau mengaku sebagai keturunan Tionghoa.
Seperti yang terjadi pada teman saya keturunan Tionghoa yang tinggal di Glodok. Ketika mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada tahun 2001, dia dikenakan biaya yang lebih tinggi dibandingkan yang bukan warga keturunan. Padahal namanya sendiri sudah memakai nama Indonesia, agamanya Katolik, bukan umumnya keturunan Tionghoa yang beragama Buddha atau Khonghucu. Bahkan tidak memiliki ciri fisik yang dilekatkan pada keturunan Tionghoa, seperti bermata sipit atau berkulit putih. Diketahui kemudian, pihak kelurahan ternyata melihat nama orangtuanya yang masih memakai nama Tionghoa sebelum menetapkan harga pembuatan KTP.
Bicara mengenai identitas etnis keturunan Tionghoa, sesungguhnya saat ini cukup sulit untuk mencirikan identitas etnis ini dari segi fisiknya. Karena sudah banyak terjadi pembauran. Bahkan ada yang pernah mengatakan bahwa lebih dari 50% etnis keturunan yang tinggal di Indonesia, merupakan Tionghoa Peranakan. Sehingga tidaklah relevan ciri fisik dijadikan sebagai identitas dari etnis keturunan Tionghoa.
Gondomono, seorang sinolog (ahli budaya Tionghoa) mengutarakan bahwa, ciri yang dapat dipergunakan untuk menilai jati diri etnis keturunan Tionghoa yaitu, partisipasi dalam budaya yang dianggap sebagai budaya Tionghoa, menggunakan simbol-simbol agama atau kepercayaan leluhur orang Tionghoa yang ditempelkan di rumah, melestarikan tradisi seperti pemakaian nama dan mempertahankan hubungan kekerabatan dan pengakuan orang keturunan Tionghoa terhadap ke-Tionghoa-annya sendiri.
Sedangkan menurut Skinner, yang membedakan orang beretnis Tionghoa atau bukan yaitu, apabila orang tersebut berfungsi sebagai anggota dari, dan bergabung dengan masyarakat keturunan Tionghoa. Satu-satunya tanda yang dapat dipercaya berasal dari pernyataan diri sebagai orang Tionghoa dan pemakaian beberapa bentuk dan keadaan seperti nama Tionghoa. Dalam kenyataannya, sebagian besar keturunan Tionghoa di Indonesia sudah tidak berpartisipasi dalam budaya leluhur, sudah tidak memeluk agama leluhur, sudah memakai nama Indonesia atau nama barat dan bahkan bukan anggota dari masyarakat keturunan Tionghoa.
Seperti teman saya, Nita, satu-satunya yang mencirikan dia sebagai etnis keturunan Tionghoa adalah, ketika dia berkulit putih dan bermata sipit. Dia sama sekali tidak mengerti bahasa Mandarin atau melakukan praktek-praktek budaya Tionghoa. Dia mengaku sebagai orang Indonesia, etnis keturunan Tionghoa. Sama halnya seperti orang dari etnis Jawa mengaku orang Indonesia.
Karena itu perlakuan diskriminasi terhadap seseorang karena keetnisannya merupakan hal yang sudah tidak relevan, mengingat sebetulnya unsur budaya yang ada pada setiap etnis memiliki persamaan dan perbedaan. Dan didalam persamaan dan perbedaan tersebut, harus terdapat dialog dan diskusi antar etnis secara terus menerus, agar bisa meminimalisir prasangka-prasangka negatif yang sudah terbangun cukup lama tadi. Keterbukaan atas perbedaan merupakan hal yang mendasar untuk menjembatani dialog tersebut. Setiap etnis memang memiliki kekhasannya masing-masing dalam budayanya, namun seharusnya hal itu tidaklah menjadi dasar untuk bersikap diskriminatif, dan bersikap bahwa budaya satu etnis lebih tinggi dibandingkan etnis lainnya, yang malahan mengarah pada terjadinya konflik antar etnis seperti yang terjadi di Sampit atau Sambas di Kalimantan.
Diyah Wara Restiyati - Peneliti masalah sosial-ekologi


http://sekitarkita.com/2009/06/perspektif-multikulturalisme-salah-satu-penyelesaian-masalah-diskriminasi-etnis-keturunan-tionghoa/

Multikultural 1

Sabtu, 29 Agustus 2009
Multikulturalisme Media Massa Lokal Menuju Perdamaian
Think globally act locally. Ungkapan ini dikemukakan Mahatma Gandhi puluhan tahun yang lalu. Sederhana tapi dalam maknanya. Gandhi hidup dalam setting sosial India yang saat itu dijajah oleh Inggris. Penjajahan telah membangkitkan semangat nasionalisme dalam masyarakat yang dijajah. Solidaritas masyarakat dalam menghadapi penjajah saat itu telah menumbuhkan nasionalisme dalam masyarakat India. Nasionalisme adalah kata yang berhubungan erat dengan kata negara dan bangsa yang menjadi sebuah gagasan hegemonik (Nagengast dalam Majalah Basement, Vol I No 1 September 1999, Unpas, Bandung ). Menurut Kellas, nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi dan tingkah laku yang sulit untuk dipisahkan. Nasionalisme sebagai ideologi terbentuk oleh gagasan negara bangsa dan menjadikannya basis untuk bertindak sehingga esensi bangsa tidak pernah berubah.

Sementara etnonasionalisme itu sendiri baru berkembang kemudian. Etno-nasionalisme lebih banyak terjadi disebabkan adanya ketidaksetaraan nyata dan eksploitasi baru yang lestari dalam sebuah bangsa. Proses penindasan dan diskriminasi yang dirasakan, telah menghapuskan imajinasi tentang mimpi hidup bersama dalam sebuah bangsa, dan dengan komunitas yang majemuk. Sesuai dengan Kellas, etnonasionalisme di sini dapat dikatakan sebagai suatu bentuk ideologi akibat keterasingan etnisitas dalam sebuah bangsa.

Semangat yang coba dibangun dalam solidaritas India saat itu memang cukup baik dalam menghadapi penjajahan Inggris. Meminjam pendapat Tilly, selama lima abad, nasionalisme di Eropa yang telah menegaskan upaya untuk mencapai kepentingan kelas berkuasa menunjukkan efektifnya kegiatan homogenisasi. Hal itu menunjukkan bahwa semangat homogenitas yang dibangun sebagai alat kohesi sosial telah membuat cita-cita nasionalisme menjadi kuat. Negara harus mengikuti masyarakat yang homogen karena masyarakat yang seperti itu lebih memiliki tujuan yang jelas. Semangat patriotis pun dapat ditumbuhkan dengan lebih mudah. Pada sisi lain, hal ini meresahkan Gandhi, sang tokoh yang amat disegani masyarakat India dan dunia internasional masa itu. Jika hal ini dibiarkan, ia akan menjadi sesuatu yang kontraproduktif manakala nasionalisme yang terbentuk, mengarah pada semangat etnonasionalisme yang rentan dengan nuansa chauvinistik (kecintaan yang berlebihan pada diri sendiri / kelompok/ golongan). Suatu hal yang tak dapat dipungkiri, dalam kacamata global, India adalah bagian dari negara-negara di dunia. India hidup dalam hubungan negara-negara di pentas global yang saling berhubungan (interconnection) dan saling ketergantungan (interdependency) dalam segala aspek kehidupan ; ekonomi, sosial, budaya, ideologi, historis, dan pertahanan keamanan. Sehingga ide tentang etnonasionalisme hanya akan membuat India kembali masuk dalam keterpurukan kedua setelah lepas dari penjajahan. Bagi Gandhi, solidaritas bangsa India tetap harus dibangun dalam kerangka pikir global yang sarat dengan dinamika multikultural (budaya majemuk) dalam sebuah ungkapan di atas, “berpikir global, bertindak lokal.” Jika tidak, hal ini akan menjadi malapetaka bagi India karena terjebak pada paradigma sempit memandang kehidupannya di pentas dunia..

***

Paradigma multikultural itu pun hendaknya mulai dibangun dalam dunia jurnalisme Indonesia khususnya jurnalisme lokal/ daerah. Media massa sebagai output jurnalisme telah menjadi kekuatan dominan dalam masyarakat informasi saat ini. Reformasi 1998 yang berimplikasi pada kemudahan setiap orang/ kelompok untuk mendirikan industri media massa _ asalkan memiliki modal finansial dan sumber daya manusia _ telah memberi “angin” kebebasan berekspresi dan berkompetisi yang lebih ketat bagi media-media massa. Orientasi pemberitaan pun mengalami pergeseran. Masa orde baru yang otoriter dan represif terhadap media massa, tak ditemui lagi pada masa reformasi, yang memungkinkan kritik dan pembongkaran realitas semu selama ini berseliweran dengan bebas. Gejolak-gejolak sosial yang semakin eskalatif sejak reformasi bergulir pun menjadi tantangan baru bagi media massa untuk segera me-reposisi dirinya. Konflik-konflik yang terjadi di Aceh, Maluku, Irian Jaya, Sampit dan beberapa daerah lainnya menjadi pertanyaan besar bagi media massa khususnya media massa lokal : bagaimana ia melakukan pemberitaannya ? Khusus terhadap kasus Aceh dengan pilihan kemerdekaan yang menguat sekarang ini, bagaimanakah media massa lokal Aceh menyikapi hal ini ?

Media massa sebagai wacana tidak bisa dilepaskan dari konteks bahasa, pengetahuan dan kekuasaan yang melingkupinya. Wacana dalam konteks ini dimaksudkan sebagai semua bidang pernyataan yang kadangkala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan atau praktek regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan (Foucoult, 1972). Dalam konteks inilah media massa dilihat sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari permasalahan ideologis yang mempengaruhi gaya, ungkapan, dan kosa kata berbahasa. Media massa sebagai produsen bahasa dan simbol-simbol disebut sebagai produsen pengetahuan berupa kebenaran atau realitas.

Dalam permasalahan konflik di Aceh, media massa lokal menjadi cerminan realitas yang terlihat lebih “jujur” dibandingkan dengan media-media massa yang berskala nasional. Pada sebuah perdebatan mengenai rasisme oleh media massa, seorang wartawan dari media mingguan Tottenham Herald, London, mengatakan bahwa realitas yang disajikan oleh jurnalis di media massa adalah refleksi sesungguhnya yang terjadi dalam masyarakat. Jika jurnalis hidup dan berkembang dalam masyarakat yang rasis, maka rasis-lah yang dihasilkan dalam pemberitaannya (John Tackara, 1979 : 90). Jika media massa lokal memberitakan keberadaan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Aceh dengan sangat skeptis, maka jurnalis akan membela dirinya bahwa itulah sesungguhnya kondisi yang terjadi di lapangan sosialnya.

Bahasa atau simbol-simbol dalam berita media massa terhadap pencitraan GAM/ TNI. menjadi sebuah pengetahuan yang dianggap benar atas realitas Aceh saat ini. GAM yang separatis dan sering melakukan gerilya penyerangan menjadi simbol citra masyarakat Aceh yang penuh kekerasan dan tak mau diajak kompromi. Pemberitaan tentang penyerangan GAM terhadap markas-markas TNI, pembakaran rumah-rumah penduduk sipil, teror terhadap industri-industri vital di Aceh seperti Exxonmobil, menjadi sebuah kebenaran pengetahuan bagi pemerintah untuk segera melakukan darurat militer terbatas (apapun namanya) di Aceh. Pemberitaan media massa terhadap sweeping yang dilakukan oleh ABRI terhadap masyarakat sipil, penyerangan mendadak pada pemukiman penduduk, atau teror-teror dan penculikan masyarakat yang sangat represif pun menjadi sebuah kebenaran pengetahuan bagi masyarakat Aceh untuk terus menunjukkan kebencian dan kecurigaan kepada ABRI. Kedua kelompok itu berpolemik (pertarungan pendapat) pada “ruang-ruang” media dengan “gaya” saling menuding dan mencari kambing hitam. Media massa pun menjadi arena pertarungan opini publik yang tak kunjung usai. Bahkan terkesan media menjadi salah satu penyebab permasalahan yang berlarut-larut.

***

Wacana etnonasionalisme yang dibangun GAM pun menjadi pemberitaan yang tak mungkin dihindari oleh media massa lokal. Seperti makan buah simalakama, media massa tak mungkin menjadi kekuatan yang menentang arus dominan. Sehingga pada satu sisi, terkesan, media massa lokal pun melakukan usaha “mencari selamat”. Wacana kemerdekaan bangsa Aceh yang dihembuskan oleh GAM akhirnya menjadi wacana dominan bahwa itulah kebenaran terhadap realitas sosial Aceh masa kini. Bagi kekuatan yang melawan arus ini, maka dia bukanlah bagian dari bangsa Aceh (pengingkaran terhadap semangat etnonasionalisme yang coba dibangun). Hingga akhirnya, wacana chauvinistik yang kontraproduktif dalam kacamata Gandhi tadi, terpaksa hadir dalam pemberitaan media-media massa lokal. Masyarakat yang menjadi tidak kritis akibat “represifitas” psikologis itu, akhirnya memaknai bahwa inilah kebenaran yang harus diperjuangkan dalam tataran praksis.

Pilihan-pilihan penyelesaian masalah terhadap konflik Aceh sesungguhnya bukanlah permasalahan utama. Apalagi jika pilihan-pilihan itu tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis bagaimana pendekatan komprehensif yang terbaik dilakukan terhadap Aceh. Hal ini pun hendaknya disadari oleh media-media massa lokal yang seharusnya dapat menjadi “rekonsiliator” konflik. Pemberitaan yang seimbang dan multidimesi (multikultural) menjadi salah satu peran yang dapat dilakukan media massa lokal dalam menyikapi konflik yang terus menunjukkan grafik eskalatif. Hal ini sangat perlu bagi tiap kelompok masyarakat dalam melihat permasalahan konflik Aceh dengan cara pandang (wawasan) yang lebih luas.

Wacana multikultural yang dihadirkan oleh media massa menjadi hal penting bagi masyarakat Aceh ataupun di luar Aceh dalam memandang persoalan saat ini. Wacana multikultural dapat dilihat dalam penggunaan bahasa yang disampaikan oleh media massa, pemilihan narasumber, penulisan feature-feature yang menekankan aspek kontemplatif dan komparatif. Wacana itu disampaikan dalam tataran dimensi global dan aspek kekinian. Pada tataran inilah, media massa tak hanya terjebak menjadi corong bagi opsi-opsi yang berkembang saat ini. Tetapi pada akhirnya media massa mampu menjadi agen kreatif, yang “keluar” dari kejumudan opsi-opsi penyelesaian masalah Aceh.

Rencana penerapan darurat militer terbatas di Aceh saat ini pun harus dapat disikapi media massa secara komprehensif dan filosofis. Hendaknya media massa tak terjebak pada berita-berita tentang bagaimana kesiapan militer menghadapi “kekuatan” GAM saat ini (jumlah personil militer yang diturunkan, persenjataan yang siap digunakan) atau pada resistensi GAM menghadapi hal tersebut. Media massa dapat menghadirkan realitas lain, di sudut dunia lain, atau dengan perspektif yang lain, memandang bagaimana penyelesaian konflik suatu daerah dengan “peperangan” akan melahirkan masalah-masalah baru. Apalagi jika ketidakmatangan rencana dan aturan main di lapangan tidak disepakati dengan baik oleh pihak-pihak yang bertikai (jika memang solusi “perang” menjadi final dan tak dapat ditawar-tawar lagi). Kebuntuan media massa dengan kacamata kudanya dalam melihat persoalan ini selalu dari perspektif GAM, TNI, dan pemerintah, akan terus memapankan psikologis “perang” pada masyarakat di dalam dan luar Aceh.

Paradigma multikultur yang coba dibangun dalam media massa, cepat atau lambat akan kembali mengukuhkan peran media massa sebagai kekuatan keempat negara (the fourth estate). Apalagi idealisme media massa lokal masih lebih tinggi dibandingkan media-media massa besar yang semakin sarat kepentingan bisnisnya. Sehingga wacana multikultur yang akan membangun semangat jurnalisme perdamaian _ berorientasi damai, mengungkap ketidakbenaran, fokus pada penderitaan rakyat/ orang banyak, berakhir pada : resolusi, rekonstruksi, dan rekonsiliasi _ pada akhirnya mampu menempatkan media massa sebagai pihak yang berperan meredam perbedaan konflik dan kesenjangan di antara pihak-pihak bertikai. Malah mungkin dalam jurnalisme damainya”, media massa mampu menghantarkan pihak-pihak yang bertikai menuju meja perundingan. Memang tidak mudah, tapi inilah taruhan bagi kemanusiaan. Lagipula, media massa pun tak ingin jika dijadikan kambing hitam bagi “pembesaran” konflik seperti yang terjadi dalam persoalan di Yugoslavia. Selanjutnya, siapkah media massa lokal kita ?
Diposkan oleh penapensil di 20:05

http://menulisataumati.blogspot.com/2009/08/multikulturalisme-media-massa-lokal.html